Rainbow

Rainbow, Pelangi, seringkali datang atau muncul setelah hujan. Bentuk dan warnanya selalu sama. Cantik.
Begitu pula yang akan saya bagikan dan Anda baca di sini. InsyaAllah selalu membawa arti, setelah mungkin ada gerimis, hujan, atau bahkan badai dalam hidup Anda. Semoga semua tulisan ini dapat mencerahkan Anda seperti Pelangi, membawa makna baru, menghadirkan harapan baru.

Jumat, 20 Mei 2011

Bahagia..

Bahagia …

Bahagia. Sebuah kata yang sulit diartikan secara nyata. Bahagia hanya bisa dirasa. Bahagia sering hanya dapat diekspresikan lewat binar mata, lewat senyum lebar, lewat tawa gembira. Lewat sikap yang positif, lewat fikiran yang bijak, lewat hati yang terbuka. Bahagia berarti menanti datangnya pagi dengan penuh syukur. Bahagia berarti menunggu hadirnya malam dengan seluruh sabar.


Bahagia. Perasaan yang kerap kita tanyakan pada diri masing-masing. Apakah aku bahagia? Apakah pasanganku bahagia? Apakah orang di sekitarku bahagia? Pertanyaan yang sulit dijawab. Karena apa yang kita rasa tak pernah selamanya menetap di jiwa. Ketika suka cita kita bilang bahwa kita bahagia. Namun apa yang kita katakan jika kita berduka? Kita sedang tidak bahagia. Apakah bahagia harus diberi nama?


Bahagia. Pernahkah kita bertanya, apa kebahagiaan yang kita punya? Melihat pasangan kita gembira? Mengetahui semua berputar pada rotasinya? Mendengar kita bernyanyi lagu cinta? Pernahkah kita bertanya, apakah jika pasangan kita bersedih, kita bisa bahagia? Apakah jika semua tidak sesuai rencana, kita bisa bahagia? Apakah jika suara menjadi sumbang, kita bisa bahagia? Jawabnya adalah, tentu saja.


Bahagia. Sangat kompleks maknanya, tergantung dari sudut mana kita menilainya. Ketika pasangan kita berduka, kita bisa bahagia dengan membuatnya bahagia. Jika ia memang dipersembahkan Tuhan untuk kita, maka hanya dengan melihat kita pun dia pasti sudah bahagia. Karena ia percaya kita pasti sanggup menampung semua kesedihannya, sedalam apapun duka itu. Maka siapakah yang lebih bisa bahagia dari kita, yang dipercaya sedemikian rupa. Ketika segala sesuatu melenceng dari keharusannya, kita bisa bahagia dengan menciptakan perasaan lapang itu. Qona’ah. Menerima apa adanya sebagai takdir dari Yang Maha Luas Pandangannya. Ketika suara menjadi tidak semerdu biasanya, kita bisa bahagia dengan mendengarkan orang lain memperdengarkan suaranya.
Ya, kita bisa bahagia dengan belajar mendengarkan. Karena itu Tuhan menciptakan dua telinga dan satu mulut. Kita pasti dua kali lipat lebih bahagia dengan mendengar orang lain, dibanding hanya mendengar diri kita sendiri.


Bahagia. Kita bisa mencapainya jika kita mau. Kita bisa bahagia hanya dengan berdiri menatap langit biru, pun ketika ia berwarna kelabu. Kita bisa bahagia hanya dengan menunduk memandang rumput hijau, pun jika ia sudah menguning layu. Ya, kita tak usah mencari bahagia. Ia ada di mana-mana. Dalam tangis, dalam tawa. Dalam nestapa, dalam gembira. Dalam caci-maki orang yang membenci, dalam binar mata orang yang mencinta.


Cimahi, 9 September 2005
By: Sri Vindhita Dhaniswari
Truth of Emptyness …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar